Pernahkah Sobat Litera mengalami luka yang cukup dalam, tetapi justru Sobat Litera hanya membalut luka tersebut dengan kain kasa tanpa mengobatinya? Kira-kira apa yang akan terjadi selanjutnya jika luka tersebut tetap dibiarkan seperti itu? Tentu akan merasakan kembali rasa sakitnya karena ternyata luka tersebut belum sembuh. Kondisi ini menjadi analogi dari pengalaman trauma psikologis yang dialami oleh seseorang. Jika hal tersebut terjadi, apa yang perlu dilakukan? Buku Trauma & Attunement karya Ine Indriani, M.Psi., Psikolog adalah jawaban dari pertanyaan tersebut.  

Pengalaman traumatis dapat berdampak negatif terhadap kehidupan seseorang. Oleh karenanya, sangat penting untuk dilakukan pemulihan agar bisa menjalankan kehidupan yang lebih baik. Buku Trauma & Attunement merupakan sebuah perjalanan menuju pemulihan. Buku ini hadir tidak hanya untuk membantu mereka yang sedang mengalami trauma, tetapi hadir untuk kita semua agar lebih memahami, menerima, dan membangun kekuatan diri. Lantas, apa saja yang dibahas dalam buku ini? Mari kita simak ulasan berikut ini:

 

Memahami Trauma dan Gejalanya

Sering kali orang yang mengalami trauma tidak menyadari secara eksplisit bahwa ia pernah mengalami kejadian traumatis. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Ine Indriani selaku psikolog klinis membagikan beberapa pengalamannya di ruang praktik dalam buku ini.  Pada beberapa kasus, ketika kliennya diminta untuk mengingat kembali pengalaman traumatis yang pernah dialaminya, ada yang tidak dapat mengingatnya ataupun tidak yakin apakah pengalaman tersebut berpengaruh terhadap gejala psikologis yang dialaminya saat ini. Sebagian ada yang tidak dapat menceritakannya secara lisan, merasa belum siap untuk berbagi pengalamannya, atau bahkan merasa bingung. Kondisi ini menandakan bahwa trauma tidak selalu dipahami oleh kesadaran dan logika, tetapi gejala trauma tetap tampak melalui reaksi emosi dan badan.

Ine Indriani memperkenalkan makna trauma pada bab awal, kemudian diikuti dengan penjelasan gejala, penyebab, serta jenis-jenis trauma. Makna trauma disampaikan dalam berbagai sudut pandang dalam buku ini. Selain itu, diberikan juga pemahaman dalam arti luas dan sempit. Dalam memahami gejala trauma, Ine Indriani memberikan contoh nyata sebuah peristiwa yang dialami oleh seseorang sehingga pembaca dapat dengan mudah memahaminya. Selain itu, penulis juga memberikan sejumlah gejala trauma yang bisa dilengkapi dengan kotak ceklis oleh pembaca. Tentunya dengan catatan hasil dari ceklis gejala-gejala trauma tersebut bukan untuk melakukan self-diagnose tetapi untuk meningkatkan self-awareness.

 

Mengenali Potensi Trauma dalam Diri

Seperti yang disebutkan sebelumnya, mengenali dan memahami trauma tujuannya untuk meningkatkan self-awareness agar mempermudah dalam proses pemulihan jika kita pernah mengalaminya. Mengenali atau mengingat kembali peristiwa-peristiwa traumatis yang pernah terjadi bukanlah hal yang mudah.  Apalagi tidak semua pengalaman traumatis dapat diingat dan dipahami oleh kesadaran. Ine Indriani mencoba menelusurinya secara bertahap dengan mengajak kita untuk melakukan refleksi diri melalui analogi Gunung Anak Krakatau. Analogi dari Gunung Anak Krakatau mencerminkan isu psikologis seseorang dan sering penulis gunakan dalam ruang praktik untuk membantu memahami kondisi yang dialami secara lebih mendalam.

Cara lain yang disampaikan oleh penulis adalah dengan melakukan refleksi diri melalui genogram. Genogram dikembangkan oleh Murray Bowen, sekitar tahun 1970-an. Genogram dibuat dalam bentuk visual menggunakan simbol-simbol tertentu guna memetakan riwayat keluarga, relasi antar-anggota keluarga, melihat pola-pola transgenerasional yang terjadi, serta mendapatkan informasi tentang masalah dan kebutuhan yang terkait dengan kondisi kesehatan fisik dan mental.  Sobat Litera bisa langsung melakukan refleksi menggunakan analogi Gunung Anak Krakatau dan genogram dalam buku ini.

 

Pemulihan Trauma

Trauma dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan. Salah satu teori yang disebutkan dalam buku ini yaitu teori ACEs menjelaskan bahwa trauma yang tersimpan di bawah sadar dan tubuh, memengaruhi kondisi emosi, pikiran, dan perilaku seseorang, termasuk bagaimana ia memersepsikan diri dan sekitarnya. Jika dampak trauma yang terjadi pada seseorang cenderung kronis, tidak jarang ia mengalami kesulitan untuk mengontrol atau mengatasinya. Dan proses pemulihan trauma bukanlah hal yang mudah. Kalau kata Ine Indriani, tidak semudah membalikkan telapak tangan ataupun minum obat sakit kepala yang sakitnya segera mereda. Lantas, apa langkah yang perlu dilakukan dalam proses pemulihan trauma?

Proses pemulihan trauma membutuhkan usaha, ketekunan, komitmen, dan dukungan yang tepat. Ine Indriani menganalogikan seperti mengupas bawang yang kadang membuat mata menjadi perih dan membutuhkan jeda. Analogi lain seperti proses merapikan barang-barang yang ada di gudang. Analogi-analogi yang disampaikan penulis tidak hanya menarik dan berbeda dari buku-buku yang lain, tetapi hal tersebut dapat dapat mempermudah pembaca dalam memahami penjelasan akan kondisi psikologis yang rasanya tampak sulit dicerna jika hanya menggunakan narasi biasa. 

Mengutip dari apa yang disampaikan oleh penulis, bahwa untuk membantu pemulihan trauma, kita perlu memproses memori trauma tersebut secara bertahap, yang terkadang membutuhkan jeda untuk istirahat sejenak. Setelah diproses, memori trauma tersebut tetap ada, tetapi dalam kondisi yang lebih rapi, diterima sebagai masa lalu, dan tidak menimbulkan gejala-gejala yang mengganggu keseharian. Meminta bantuan profesional adalah jalan yang bisa kita tempuh. Dengan pembahasan yang detail dan setiap kalimatnya seperti merangkul kita, maka buku ini juga menjadi bagian dalam proses pemulihan trauma. 

 

Terkoneksi dengan Diri Sendiri

Salah satu bahasan dalam bab pemulihan trauma adalah bagaimana kita terkoneksi dengan diri sendiri. Terkoneksi dengan diri sendiri secara mindful dapat membantu mengatasi trauma. Aktivitas refleksi diri di beberapa bab dalam buku ini bisa menjadi salah satu cara untuk terkoneksi dengan diri sendiri. Selain itu, pesan yang tidak kalah penting dari penulis adalah perlu menelusuri dan aware terhadap ada tidaknya bentuk-bentuk atau reaksi going on with normal life parts dan traumatized parts yang muncul dalam keseharian.

Menjalin koneksi dengan diri sendiri adalah proses yang panjang, membutuhkan waktu dan ruang yang tidak sebentar, seperti yang selalu penulis sampaikan sejak awal. Ada pengetahuan baru yang kembali ditemukan saat membaca buku ini yaitu tentang berlatih terkoneksi dengan parts yang berkualitas dalam diri karena hal tersebut dapat membantu meningkatkan rasa berharga, serta terkoneksi dengan authentic-self dan potensi diri yang berkualitas. Istilah 8C yang menjadi bagian diri yang berkualitas dan selalu ada dalam diri yakni curious, compassionate, calm, clear, creative, courage, confident, dan connected. Yuk, kenali lebih dalam bagian ini melalui buku Trauma & Attunement.

Banyak hal-hal lainnya berkaitan dengan trauma dan pemulihannya yang dibahas dalam buku ini. Pembahasan yang sangat berharga dan penuh insight. Lembar demi lembar yang kita buka saat membaca buku ini membuat kita semakin memahami dan mengenal diri sendiri lebih dalam lagi. Harapan dari penulis agar kehadiran buku ini menjadi teman dalam proses pemulihan, bukan lagi hanya harapan, tetapi itulah kenyataannya. Tidak hanya itu, buku ini menjadi referensi berharga bagi praktisi kesehatan mental dalam mendampingi seseorang yang memiliki trauma dengan prinsip attunement. Selamat membaca dan melakukan perjalanan menuju pemulihan! 

“Your trauma is not your identity; it’s just a chapter in your story.”

—Unknown

Shopping cart

0
image/svg+xml

No products in the cart.