Mengutip data dari Hootsuite (We Are Social), pada tahun 2022 ini Indonesia telah mencapai 4,95 miliar pengguna internet, di mana berarti telah naik 4% dari tahun sebelumnya, yakni 4,66%. Jumlah ini menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap internet semakin hari semakin meningkat. Internet sudah menjadi bagian hidup pada era ini. Kecanggihan lain selain internet juga ikut menyemarakkan perubahan-perubahan yang hadir pada era milenial ini, seperti hadirnya artificial intelligence (AI), layanan berbasis online, dan sebagainya.
Generasi yang lahir pada era milenial ini atau biasa kita sebut generasi Y/milenial juga menunjukkan perubahan-perubahan dahsyatnya, seperti cara berpikir kian kritis dan tajam, gaya hidup serba up to date, serta kebutuhan fisik dan psikis yang semakin tinggi. Namun, perubahan-perubahan ini juga bisa menjadi “senjata makan tuan” jika kita tidak mampu memanfaatkannya dengan bijak.
Sumber: pexels.com
Tantangan Era Milenial
Persaingan ekonomi global pada era milenial semakin ketat. Salah satu pemicu dari hal ini adalah adanya teknologi yang semakin maju, tetapi hal ini berkebalikan dengan apa yang ada di negara kita. Di Indonesia, masih bisa kita dapati ketidakefisienan sistem kerja dan ketertinggalan teknologi produksi sehingga produk-produk Indonesia masih terbilang belum mampu bersaing dengan produk-produk sejenis dari negara lain. Ketidaksiapan menyambut era milenial semacam ini hanya akan membuat Indonesia terkungkung pada kondisi ekonomi yang tidak kunjung maju.
Tantangan dari segi ekonomi tersebut pada akhirnya juga merambat ke dunia pekerjaan. Pada era milenial ini kita memang tidak akan asing dengan istilah bekerja sesuai passion, tetapi itu hanya berlaku pada individu yang memang telah memahami kompetensi diri dan kebutuhan pasar. Berbanding terbalik dari itu, faktanya adalah masih banyak pelamar kerja yang tidak sesuai dengan kualifikasi dan harapan perusahaan penyedia kerja sehingga muncul gap antara kebutuhan perusahaan dengan SDM yang tersedia. Pemicu keadaan ini bisa jadi karena kebutuhan untuk memenuhi ekonomi ataupun kebutuhan mencari pekerjaan yang sesuai dengan passion para generasi milenial.
Lebih lanjut, tantangan yang sering digadang-gadang menghampiri era milenial adalah tantangan mental. Era milenial yang erat dengan aktivitas di media sosial juga dapat menimbulkan dampak negatif, seperti kecemasan bahkan depresi yang menyerang mental. Eksistensi menjadi sebuah hal krusial bagi para pengguna media sosial, pengakuan dari pihak lain dianggap sebagai tingkat eksistensi diri. Tiap individu berlomba-lomba memublikasikan pencapaian yang diraih di media sosial masing-masing. Sebenarnya, hal ini termasuk positif, tetapi bisa menjadi dampak negatif ketika individu tidak mampu menerima arus komentar dari pihak lain yang tidak sepaham dengan dirinya. Cemas, overthinking, kinerja menurun adalah dampak negatif yang muncul atas ketidaksiapan menghadapi umpan balik dari pihak lain. Kecemasan ini bisa berdampak pada kesehatan mental yang nantinya akan memengaruhi produktivitas kerja.
Siapkah Memimpin Era Ini?
Dunia kerja menjadi sudut yang cukup krusial dalam menerima dampak dari era milenial ini. Dalam dunia kerja saat ini, kita akan bertemu dengan fenomena berkumpulnya beberapa generasi, mulai dari generasi X, Y, dan Z. Setiap generasi telah hadir dengan ciri khas masing-masing. Dalam buku What’s Up, Leader? (Menjadi Pemimpin Andal di Era Milenial), Zubel Sitorus telah menjelaskan beberapa cara yang bisa diterapkan dalam memanajemen karyawan atau anggota dalam dunia kerja. Zubel membaginya dalam treatment berdasarkan kecenderungan setiap generasi.
Sebagai generasi yang kini sedang pada usia sangat matang dan penuh pengalaman dalam dunia kerja, pemimpin harus memberi perhatian yang sesuai kepada generasi X ini. Mengingat pada era milenial ini telah disuguhi berbagai macam kecanggihan teknologi maka penting kiranya memberikan pelatihan untuk upgrading skill dari generasi ini. Sebagai generasi senior maka kita bisa memberikan kendali lebih pada generasi ini untuk mengatur dan mengambil keputusan.
Sumber: Dokumen Litera Mediatama
Generasi milenial sebagai tuan rumah era milenial ini juga harus diberi perlakuan yang tepat dalam dunia kerja. Generasi yang menjadikan passion sebagai alasan mereka bekerja dengan maksimal. Perlakukan generasi ini dengan hangat, jadikan mereka seperti partner yang sejajar, bukan antara atasan dan bawahan yang memiliki jarak pemisah. Selain itu, generasi yang sudah akrab dengan kecanggihan teknologi ini juga sebaiknya difasilitasi dengan lingkungan dan tools pekerjaan yang memadai agar mereka lebih nyaman bekerja dan leluasa mengembangkan ide.
Selanjutnya adalah generasi Z. Sama halnya dengan generasi milenial, generasi Z juga sudah akrab dengan teknologi sejak mereka dilahirkan. Dengan demikian, penyediaan fasilitas pendukung yang sesuai dengan generasi ini juga perlu diperhitungkan. Di sisi lain, generasi ini juga terbilang masih awal menapaki dunia kerja, mereka sedang dalam masa pencarian jati diri. Oleh sebab itu, dukungan dari pemimpin sangat diperlukan untuk menumbuhkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab generasi Z.
Dengan memberikan treatment yang tepat kepada setiap generasi, sebagai seorang pemimpin akan lebih mudah dalam merangkul keberagaman generasi pada timnya. Selain dari segi treatment pada tim, dalam buku What’s Up, Leader? (Menjadi Pemimpin Andal di Era Milenial) juga disebutkan bagaimana kecerdasan milenial dan wisdom klasik berkolaborasi menjadi sebuah kekuatan bagi pemimpin. Kekuatan inilah yang nantinya mampu mengantarkan para pemimpin untuk meng-handle tim dengan lebih optimal.