Ada banyak hal dalam diri wanita yang selalu menarik untuk dibicarakan. Terutama hal yang berkaitan dengan masalah pergerakan kaumnya atau lebih dikenal dengan istilah feminisme. Dari tahun ke tahun, pergerakan kaum wanita selalu menuai pro dan kontra dari masyarakat. Bahkan tidak sedikit umat Islam yang menganggap feminisme sebagai gerakan yang sengaja diciptakan demi merusak akidah umat Islam karena berisi tentang perlawanan perempuan terhadap kodrat, permusuhan terhadap laki-laki, pemberontakan perempuan terhadap kewajiban berumah tangga, dan anggapan sebagai upaya penolakan terhadap syariah.
Tapi ternyata semua anggapan itu keliru dan harus diluruskan.
Lalu, apa itu feminisme”
Feminisme didefinisikan sebagai gerakan menentang perlakuan tidak adil terhadap kaum perempuan. Intinya, menolak setiap bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Feminisme mengupayakan adanya perubahan yang mengarah kepada terwujudnya sistem dan pranata sosial yang lebih adil dan egaliter.
Bagaimana Feminisme dalam Bingkai Islam”
Islam secara tegas menjelaskan bahwa pria dan wanita memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah. Hal ini tercermin dalam firman Allah surat An Nahl ayat 97 yang artinya “Barangsiapa mengerjakan amal saleh baik pria maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih dari apa yang telah mereka kerjakan” (Al Mush-haf, 1949 H: 417).
Pada kehidupan normatif, disepakati bahwa perempuan diwajibkan menuntut ilmu. Ketika sejumlah potensi, bakat, dan kemampuan dalam diri perempuan berkembang maka kesempatan untuk memperoleh kedudukan maupun jabatan di masyarakat sangat terbuka lebar. Sebenarnya hal ini sah sah saja, namun adanya kesenjangan antara tataran normatif dan empirik menyebabkan banyaknya pandangan negatif yang berkembang. Kesenjangan ini disebabkan oleh sejumlah faktor, yakni: pertama, rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai nilai-nilai agama yang menjelaskan peranan dan posisi perempuan. Kedua, masih banyaknya interpretasi atau penafsiran ajaran agama yang merugikan kedudukan dan peranan perempuan akibat pengaruh budaya patriaki dan adat tradisi yang bias nilai-nilai gender.
Fatalnya lagi, sejumlah interpretasi agama memperkukuh pandangan tersebut. Karena itu, perlu sekali memberikan wawasan baru yang lebih humanis dan lebih sensitif gender kepada para pemuka agama, baik laki-laki maupun perempuan sehingga pada gilirannya nanti terbangun kesadaran di kalangan mereka akan perlunya reinterpretasi ajaran agama, khususnya ajaran yang berbicara tentang relasi gender.
Pemahaman yang sangat tekstual dan terkesan mengabaikan aspek kontekstual menyebabkan pandangan negatif terhadap gerakan feminisme. Seakan-akan nilai-nilai tersebut membatasi perempuan dalam segala hal, padahal jelas dikatakan bahwa semua muslim baik perempuan maupun laki-laki memiliki kedudukan yang setara.
Oleh karena itu, umat Islam Indonesia memerlukan interpretasi baru dalam tafsir dan pemahaman keislaman mereka. Kehadiran suatu pemahaman keislaman yang akomodatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan memperhatikan perbaikan nasib kaum perempuan di Indonesia merupakan keniscayaan. Hanya dengan cara itulah kaum perempuan dapat meningkatkan kualitas diri mereka menuju lahirnya peradaban manusia yang lebih baik.
Feminisme tidak akan pernah pernah habis untuk dibicarakan. Mari kita bicarakan lebih dalam lagi mengenai feminisme di artikel selanjutnya. See ya!
Sumber: Musdah Mulia. Pedagogi Feminisme Dalam Persepektif Islam