Pernahkah kita menyimpan luka batin dalam perjalanan hidup kita? Pernahkah kita merasa sulit untuk memaafkan orang lain? Lantas bagaimana cara untuk memaafkan hal-hal yang telah menyakiti kita? Buku The Miracle of Forgiveness menjadi jawaban atas pertanyaan ini.

Di antara kita semua mungkin ada yang mengalami trauma ketika masih kecil dan rasa trauma itu tetap ada ketika kita dewasa. Kisah Menik yang menjadi pembuka dalam buku ini memberikan gambaran trauma yang dialami oleh anak kecil dan trauma itu ikut bertumbuh dengannya, tersimpan di dalam batinnya, membelenggu dan menyakitinya.

Lantas bagaimana caranya sembuh dari rasa trauma tersebut? Perlukah kita memaafkan segala hal menyakitkan yang telah terjadi dalam hidup kita? Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benak kita saat membicarakan rasa trauma.

 

Makna Pemaafan

Pemaafan adalah suatu hal yang mudah ketika diucapkan namun sulit untuk dipraktikkan. Makna pemaafan terbilang luas dan mendalam. Pemaafan ternyata tidak cukup hanya mengatakan “Ya, aku memaafkanmu”. Apa sebenarnya makna pemaafan itu? Dalam buku ini dijelaskan bahwa pemaafan adalah kesediaan untuk meninggalkan hal-hal tidak menyenangkan yang bersumber dari hubungan interpersonal negatif dengan orang lain yang melakukan pelanggaran secara tidak adil.

Kata maaf perlu datang dari dalam hati, bukan sekadar formalitas saja bahkan penulis, Kastini, menyampaikan bahwa seseorang dikatakan sudah memaafkan apabila ia meninggalkan hal-hal berikut: kemarahan, kebencian, perilaku atau perkataan yang menyakitkan, dan yang paling penting adalah keinginan untuk balas dendam. Sayangnya, yang sering terjadi adalah lain di mulut lain pula di hati.

Lebih lanjut, penulis mempermudah kita untuk memahami makna pemaafan dengan memberikan indikator sederhana yang harus selalu kita pegang teguh dalam proses memaafkan, yaitu ketika pikiran dan perasaan kita sudah berada pada kondisi netral atau positif saat mengingat peristiwa menyakitkan yang telah terjadi. Jika kita sudah berucap memaafkan tapi masih ada pikiran tidak netral, itu artinya kita masih belum memaafkan secara tuntas. Namun ketika kita merasa damai, tenang, biasa saja, atau perasaan nyaman lainnya maka selamat kita telah berhasil memaafkan dengan tuntas.

 

Mengapa Perlu Memaafkan?

Ketika kita memaafkan orang lain dengan tidak tuntas atau bahkan belum memaafkannya maka hal tersebut akan menyakiti batin kita dan tidak menutup kemungkinan memberikan luka baru pada fisik. Otak kita akan stres berkepanjangan akibat memikirkan hal-hal yang menyakiti kita. Seperti kisah Menik, ia menjadi sakit-sakitan dan menderita penyakit yang mengharuskannya melakukan tindakan operasi berkali-kali. Siapa sangka, penyakitnya sembuh ketika Menik memaafkan orang yang memberikan trauma kepadanya.

Kastini juga menyampaikan bahwa hal lainnya yang akan dialami oleh orang yang masih menyimpan marah, memelihara sakit hati alias belum memaafkan yaitu menjadi susah untuk bahagia. Kok bisa? Tentu hal tersebut sangat mungkin terjadi karena sistem otak kita yang disebut limbik memiliki tugas untuk memproduksi kebahagiaan, kesedihan, kebencian, dan perasaan lainnya yang sering kita alami. Jika sistem tersebut kita penuhi dengan gelombang-gelombang kebencian maka tidak ada lagi  ruang untuk arus kebahagiaan.

Memaafkan akan menjadi hadiah untuk diri kita sendiri karena kita telah terbebas dari belenggu masa lalu yang melibatkan emosi, pikiran, mental, dan fisik kita. Memaafkan akan membuka ruang untuk kita hidup bahagia dan terhindar dari penyakit hati serta fisik. Semoga berbagai alasan yang telah diungkap oleh Kastini dalam buku The Miracle of Forgiveness menjadi penguat untuk kita mengambil keputusan memaafkan dengan tuntas.

 

Langkah Memaafkan dengan Tuntas

Kemudian bagaimana caranya memaafkan orang yang telah menyakiti kita? Langkah apa yang harus kita lakukan agar bisa memaafkan dengan tuntas? Perlukah kita ikhlas agar bisa memaafkan dengan tuntas? Menurut Enright (2002) terdapat 4 fase dalam proses pemaafan sebelum seseorang benar-benar sudah memaafkan. Fase tersebut adalah Uncovering Phase, Decission Phase, Work Phase, dan Deepening Phase. Berdasarkan 4 fase pemaafan dari Enright, Kastini merumuskan 3 langkah kunci agar kita mampu ikhlas memaafkan sampai tuntas. Setiap langkah dibahas per bab dalam buku The Miracle of Forgiveness.

  1. Terima. Kastini menyampaikan bahwa terima adalah pintu gerbang pemaafan. Apa yang perlu diterima? Jawabannya yaitu apa pun yang terjadi pada diri kita mulai dari emosi kita, kesalahan yang pernah kita lakukan, orang-orang yang menzalimi kita, dan takdir kita yang sudah tertulis di lauhulmahfuz. Salah satu cara menerima yang dibagikan oleh Kastini adalah dengan menulis Unsent Letter (surat rahasia) untuk diri kita sendiri. Tulislah apa pun yang kita rasakan dan pikirkan, rasa marah, sedih, dan jika ingin menulis kata-kata kasar juga tidak masalah karena tujuannya memang untuk itu, meluapkan segala emosi yang ada.
  2. Memaafkan berarti kita perlu memahami. Kita harus memahami apa yang sebenarnya terjadi, memahami orang yang menyakiti kita, memahami diri kita sendiri, dan memahami ketidaksempurnaan manusia. Kenapa kita perlu memahami itu semua? Mungkin pertanyaan itu yang sekarang muncul dibenak Anda. Kastini dalam bukunya memberikan penjelasan secara mendalam terkait hal ini.

 “Adalah tidak mungkin seorang manusia benar-benar lepas dari kesalahan dan benar-benar suci dari keburukan.”

  1. Dua langkah yang telah kita lalui sebentar lagi akan sampai jika kita berani melepaskan maka mari kita tuntaskan langkah ini. Memaafkan berarti pula kita harus bisa melepaskan apa-apa yang selama ini menjadi belenggu di hati kita. Lepaskan hal yang selama ini menyakiti kita. Lepaskan emosi yang masih tersimpan di dalam hati kita. Mau sampai kapan kita menghukum diri kita dengan menyimpan rasa amarah dan membuat hidup kita tidak tenang? Meskipun tidak mudah tetapi kita harus melakukannya. Dalam melepaskan kita harus mengizinkan diri kita untuk sedih, menangis, marah, kecewa, setelahnya peluk erat diri kita, dan ingatlah bahwa setiap hal yang kita lepaskan akan digantikan dengan yang lebih baik lagi.

Pertanyaannya, Apakah selama ini kita sudah memaafkan orang yang telah menyakiti kita dengan tuntas? Hanya diri kita sendiri yang bisa menjawab. Lewat buku The Miracle of Forgiveness kita akan diajak untuk belajar memaafkan. Semakin dalam kita membaca buku ini maka semakin kita menyadari bahwa makna pemaafan itu begitu luar biasa. Dahsyatnya manfaat dari pemaafan akan kita rasakan ketika kita melakukannya dengan tuntas. Kastini menyebutnya The Miracle of Forgiveness.

Barang siapa ingin dibangunkan baginya rumah (bangunan) di surga, hendaknya dia memaafkan orang yang menzaliminya, memberi orang yang bakhil padanya dan menyambung silaturahmi kepada orang yang memutuskannya.” (HR. Thabrani)

Bagikan Ke:
Leave a Reply

Shopping cart

0
image/svg+xml

No products in the cart.