Sumber: suara.com

Buku sudah menjadi makanan sehari-hari bagi setiap manusia. Di setiap langkah manusia sejak dari kecil hingga dewasa, selalu menemui sebuah buku. Buku juga menjadi benda favorit bagi sebagian orang. Namun, kalau disuruh memilih, mana yang lebih baik antara buku bekas atau buku bajakan? Jawabannya jelas buku bekas.

Memang, masih sulit untuk menyadarkan setiap orang bahwa buku bajakan itu tidak baik. Hal-hal seperti ini perlu dikampanyekan serentak. Mengapa? Karena merugikan banyak pihak.

Saat ini kita tahu bahwa hal yang menyebabkan adanya barang bajakan adalah karena harga aslinya yang mahal. Harga buku asli mahal dan pajak tinggi, hasilnya banyak yang memilih ke barang bajakan. Pemerintah perlu membuka mata lebar-lebar terkait hal ini jika memang ingin menyejahterakan masyarakat dengan meningkatkan literasi. Dala hal ini, kontribusi penulis juga perlu diapresiasi  yaitu dengan menegakkan pasal-pasal yang tercantum dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Undang-Undang tersebut ada pada Pasal 9 ayat 3 yang berbunyi, “Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.”  dan Pasal 113 ayat 4 yang berbunyi, “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”

 

Buku bajakan sangat merugikan penulis

Sudah lama menjadi sorotan dan perbincangan hangat mengenai buku bajakan. Kritik-kritik pedas dari penulis juga sudah sering dilontarkan di medsos. UU yang berbicara mengenai perlindungan hak cipta sudah diatur, tetapi buku bajakan masih tetap saja beredar hingga saat ini.

Dalam kasus buku bajakan ini, jelas sekali bahwa penulis adalah pihak yang paling dirugikan. Menuai ide, menuliskan ide, melewati setiap proses, hingga menjadi sebuah buku tidaklah mudah. Buku yang dicetak pun, royaltinya kepada penulis tidak banyak. Lalu, kenapa orang-orang yang menjual buku bajakan ini tega melakukan hal tersebut hanya untuk mencari keuntungan?

Sebenarnya, pembeli buku bajakan apabila memang mengerti akan sebuah buku, seharusnya paham akan hal ini. Ya, memang masih banyak yang tertipu dan tidak paham betul terkait membedakan buku asli dan buku bajakan. Ini PR bagi semuanya, terutama jajaran pemerintah untuk lebih tegas lagi akan hal ini. Bersama-sama untuk tidak menzalimi penulis yang mencari nafkah dengan menulis.

 

Buku bekas lebih mulia daripada buku bajakan

Berbicara mengenai murah, tetapi berkualitas, jawabannya adalah buku bekas. Kenapa begitu? Buku bekas dan buku bajakan memang sama-sama murah. Namun, secara kualitas jelas masih kuat buku bekas. Sepertinya kamu sudah tahu apa yang dimaksud. Ya, meskipun buku bekas warna kertasnya memang sudah sangat usang, tetapi tulisannya masih bisa terbaca dengan jelas.

Membeli buku bekas itu seperti memiliki sebuah benda yang antik. Bukunya asli, mungkin saat ini sudah sulit untuk dicari, dan memilikinya menjadi sebuah kepuasan tersendiri. Cobalah berjalan-jalan ke toko buku bekas, secara tidak langsung kamu akan diajak flash back. Buku yang sudah lama tidak kamu lihat, tidak tercetak lagi, kini terlihat kembali.

Kalau boleh dibilang, membeli buku bekas itu lebih mulia daripada membeli buku bajakan. Pertama, buku itu asli. Kedua, membantu mengurangi penebangan pohon karena kertas yang terbuat dari serat pohon. Ketiga, tidak menzalimi hak penulis.

 

Tidak membeli buku bajakan merupakan salah satu sikap menghargai penulis dan juga tim yang membantunya. Ada jerih payah dan proses yang mereka melewati dalam membuat sebuah buku. Jadi, sebagai orang lain ataupun pembaca sudah seharusnya memberikan apresiasi dengan membeli buku asli, bukan yang bajakan. Sekali lagi, hal-hal seperti ini perlu kerja sama semua pihak.

Menghargai karya orang lain perlu ditanamkan. UU yang mengecap hak cipta dan sanksi terhadap pelanggarnya perlu dikencangkan lagi. Mari saling membantu dan mengapresiasi setiap karya yang beredar. Tentunya dengan kemauan dan komitmen dalam diri sendiri.

Langkah-langkah kecil ini juga menjadi peluang untuk meningkatkan literasi masyarakat. Masyarakat diberikan jalan untuk berkarya dengan tenang dan dapat membeli buku berkualitas tanpa membeli yang bajakan. Nilai pajak yang tinggi dan harga buku yang mahal kiranya menjadi bahan pertimbangan pula untuk membuat minat baca masyarakat meningkat.

Bagikan Ke:
Leave a Reply

Shopping cart

0
image/svg+xml

No products in the cart.

Continue Shopping