Pada saat sebelum ditemukannya kertas tentu saja manusia pada masa itu menggunakan berbagai bahan lain untuk menulis, ada perjuangan panjang dalam sejarah perkembangan kertas di Indonesia. Media yang digunakan untuk menulis tentunya sesuatu yang memang mudah untuk ditemukan. Dengan teknologi yang sangat sederhana manusia pada masa itu mampu untuk menghasilkan media untuk menulis sebagai pengganti kertas.
Kulit Alim
Di Batak ada alas untuk menulis yang disebut dengan laklas. Media ini terbuat dari kulit kayu alim dengan mengambil bagian dalam yang keras. Dikarenakan memang cukup sulit proses pembuatannya maka tidak sembarangan orang bisa membuatnya, diperlukan keahlian khusus untuk melakukannya. Ciri yang paling menonjol dari laklas ini adalah lipatan yang menyerupai akordeon, bahkan proses untuk melipatnya juga menggunakan teknik yang khusus untuk membuatnya terlihat rapi dan mudah untuk ditulisi bagian permukaannya.
Gebang
Penggunaan daun gebang sebagai alas untuk menulis ini diterapkan di daerah Jawa dan Sunda kuno. Jika dibandingkan dengan daun lontar, daun gebang ini memiliki ciri khas yang lebih tipis dan warnanya lebih cerah. Namun memang tidak terlalu banyak naskah kuno yang ditulis menggunakan daun gebang ini, mungkin hanya berkisar 30-an naskah dengan naskah tertuanya adalah naskah yang berisikan kisah Arjunawiwaha.
Daun Lontar
Dalam sejarah perkembangan kertas di Indonesia daerah Jawa kuno, Bali, Lombok, Bugis, dan Sunda kuno juga pernah menggunakan daun lontar untuk menulis. Di daerah Jawa, naskah yang ditulis di daun lontar ini berbentuk lembaran terpisah yang kemudian disatukan menggunakan tali dan dijilid dengan kayu pengapit khusus. Sedangkan di Sulawesi Selatan naskah akan ditulis dalam lontar yang ukurannya puluhan meter yang kemudian dijahit dan digulung, sehingga bentuk naskahnya akan mirip dengan bentuk gulungan kaset.
Daluwang
Daluwang ini sudah bisa dikatakan hampir mirip dengan kertas yang dikenal saat ini, tetapi proses pembuatannya berasal dari kulit kayu pohon Broussonetia papyrifera vent. Dalam bahasa Jawa dikenal sebagai dlancang atau dluwang, sedangkan di Sunda dikenal sebagai daluwang, dan di Bali disebut ulantaga. Naskah tertua yang ditulis dengan daluwang ini adalah Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah dari sekitar abad ke-14.
Bambu
Jauh sebelum dimulainya proses pembuatan kertas, bambu dianggap sebagai bahan yang baik digunakan untuk alas menulis karena permukaannya yang halus. Jenis bambu yang digunakan bergentung pada bentuk naskah yang ingin dihasilkan nantinya. Di Sumatera Selatan, naskah yang ditulis menggunakan bambu disebut sebagai gelumpai. Saat menulis naskah menggunakan bambu ini harus menggunakan pisau raut yang runcing dan dituliskan sepanjang bambu kecuali pada bagian buku bambu karena bagian tersebut biasanya akan dihiasi dengan ornamen khusus. Bekas dari goresan pada bambu kemudian dihitamkan menggunakan minyak dari kemiri yang dibakar sehingga tulisannya bisa terbaca dengan baik.
Dalam sejarah perkembangannya memang dunia penulisan mengalami begitu banyak perubahan dan usaha yang luar biasa. Pada masa itu untuk bisa menulis naskah khusus tentu perlu perjuangan yang tidak mudah. Dengan memahami sejarah perkembangan kertas di Indonesia maka akan lebih memahami untuk lebih bijak dalam menggunakan kertas meskipun saat ini untuk mendapatkannya sudah sangat mudah.